“Yoko… Aku menyayangi kamu, amat sangat…”
Arman memeluk dan mengecup puncak kepala Yoko dari belakang, namun Yoko hanya diam dan tetap diam.
”Sampai kapan Arman? Sampai kapan aku harus bertahan dengan semua ini?”
Yoko masih tetap diam bergeming dan meresapi pelukan Arman dengan ekspresi wajah yang tak bisa dijelaskan. Antara sedih, bahagia dan juga.... terluka.
”Sudahlah Arman, semua harus kita akhiri... Aku akan baik-baik saja... Jangan khawatirkan aku...”
Yoko bicara dengan melepaskan pelukan Arman dan beranjak selangkah, hanya selangkah, karena tangannya masih berada dalam genggaman erat Arman.
”Yoko...”
Arman melangkah mendekati Yoko, meraih wajah berbentuk jantung hati Yoko dan berusaha mencari-cari makna di balik raut wajah Yoko. Yoko pun balas memandang dengan pandangan bahagia dan seulas senyum yang dipaksakan.
”Arman, kita berpisah sampai di sini saja. Jangan ada sakit hati dan janganlah kita saling menengok ke belakang saat kita berjalan ke arah yang berbeda nantinya....”
Arman terkesiap, terkejut, terpana, memandang tak percaya pada Yoko yang tersenyum begitu tulus padanya. Hatinya tak hendak merelakan, namun tak ada daya dirinya untuk menolaknya.
Berdua bersamaan, berjalan ke arah yang berlawanan, saling memunggungi. Dengan sekuat tenaga, Yoko berusaha menahan airmatanya, menahan kepalanya untuk tidak menoleh ke belakang. Namun, tak berdaya hatinya. Akhirnya, ia berhenti dan memalingkan wajhnya, berusaha mencuri pandang sedikit ke arah cinta masa lalunya.
Tapi...
Sejauh pandang matanya memandang, Arman sudah tak tampak di jalan lurus itu. Dan seiring derasnya gerimis yang turun, berderailah airmatanya...
= the end =
